Rabu, 09 Mei 2012
Penetapan Harga Transfer ( Management Control System)
Latar Belakang
Dalam suatu perusahaan yang organisasinya telah dibagi-bagi menjadi pusat-pusat laba, transfer barang atau jasa antarpusat laba tersebut menimbulkan masalah penetuan harga transfer, karena masing-masing pusat laba diukur kinerjanya berdasarkan laba, sehingga setiap transfer barang atau jasa antarpusat laba akan berdampak terhadap laba masing-masing pihak yang terkait.
Masalah penentuan harga transfer biasa dijumpai dalam perusahaan yang organisasinya disusun menurut pusat-pusat laba, dan antarpusat laba yang dibentuk tersebut terjadi transfer barang atau jasa. Latar belakang timbulnya masalah harga transfer dapat dihubungkan dengan proses diferensiasi bisnis dan perlunya integrasi dalam organisasi yang telah melakukan diferensiasi bisnis
B. Tujuan Penentuan Harga Transfer
Sistem penentuan harga transfer harus memenuhi tiga tujuan berikut :
C. Peran Harga Transfer
Harga tranfer mempunyai peran ganda, yaitu :
D. Konsep harga transfer
Dalam arti luas harga transfer meliputi harga produk atau jasa yang ditansfer antarpusat pertanggungjawaban dalam perusahaan. Dalam arti sempit harga tarnsfer merupakan harga barang dan jasa yang ditransfer antarpusat laba dalam perusahaan yang sama.
A. Permasalahan Harga Transfer
B. Dampak Harga Transfer
Harga transfer mempunyai dampak terhadap :
C. Contoh Kasus
Pada prinsipnya, harga transfer adalah harga yang di dalamnya sudah
diperhitungkan laba bagi divisi penjualan. Bagi divisi penjualan harga
demikian wajar sebab kalau produknya dijual ke pasar eksternal, maka
harga yang dapat dia tawarkan dan jual adalah sudah mengandung laba.
Artinya harga transfer seharusnya tidak berbeda dari harga pasar
eksternal. Bagi divisi pembelian harga pasar eksternal juga wajar sebab
kalau produk yang dibutuhkannya dibeli dari pasar eksternal, maka jumlah
yang harus di bayarkan adalah sebesar harga pasar, yang tentunya telah
disadari bahwa harga itu sudah memperhitungkan laba produsennya.
Untuk menjaga autonomi divisi-divisinya, perusahan tidaklah menentukan berapa rupiah besarnya harga transfer, melainkan menetapkan kebijakan (aturan) yang secara wajar dapat diterima oleh masing-masing manejer divisi. Kebijakan (aturan) itulah yang dimaksud dengan sistem penetuan harga transfer yang tujuan normatifnya telah disebutkan sebelumnya bab ini. Kebijakan itu meliputi dasar-dasar penentuan harga transfer berikut: (1) harga transfer (market-based transfer price), (2) harga negosiasian (negotiated transfer price), dan kos (cost-based transfer price). Penjelasannya sebagai berikut:
1.Metoda Harga Pasar
Harga pasar adalah harga produk (barang atau jasa) yang terjadi di pasar eksternal sebagai hasil akhir dari proses tawar menawar seluruh pelaku pasar (produsen dan konsumen). Jika pasar tersebut adalah pasar persainga sempurna (perfectly competitive), maka harga pasar sangat tepat menjadi harga transfer. Yakni, besarnya harga transfer adalah sama dengan harga pasar eksternal itu. Harga pasar adalah sesuai dengan konsep opportunity cost bagi difisi penjual, dalam arti bahwa divisi penjual akan menderita kehilangan kesempatan untuk memperoleh revenue sebesar harga pasar dikalikan dengan unit produk yang dijual jika harga transfernya tidak sebesar harga pasar itu. Kebijakan harga pasar dengan demikian mendasarkan pada teori bahwa harga pasar menuntun para manajer untuk mengoptimumkan kinerjanya masing-masing dan secara simultan mengoptimumkan kinerja perusahaan sebagai satu kesatuan. Jadi, harga pasar dianggap dapat menciptakan goal congruence. Yakni, keputusan manajer divisi untuk mencapai tujuan pribadi dan divisinya juga dapat mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan. Sebagai ilustrasi, scenario berikut sangat berguna untuk menjelaskan bahwa harga pasar dapat menciptakan goal congruence.
Skenario 1
Sebuah perusahaan menjual roda yang diproduksi oleh divisi A dan menjual sepeda yang diproduksi oleh divisi B. Divisi A memproduksi roda yang dapat dijual kepasar eksternal dengan harga Rp 100.000. Kos Produksi Variabel dan Relevan adalah Rp 60.000, sedangkan Kos lainnya yang bersifat tetap dapat dianggap tidak relevan dalam jangka pendek. Jadi contribution margin roda yang relevan unuk pengambilan keputusan manajer divisi A adalah Rp 40.000 divisi B membutuhkan roda sebagai salah satu komponen produknys ysng bernama sepeda. Divisi B tidak mempunyai kemampuan untuk memproduksi sendiri roda dan selama ini membelinya dari pasar eksternal dengan harga Rp 100.000. jika kebijakan harga transfer perusahaan adalah harga pasar, berapakah harga transfer roda? Jika terjadi transfer, berapakah dampaknya ke laba divisi A, laba divisi B, dan laba perusahaan? Jika tidak terjadi transfer, berapakah dampaknya ke laa asing-masing divisi dan laba perusahaan?
Analisis 1
Jika terjadi transfer internal, maka : (1) harga transfer adalah Rp 100.000 sesuai kebijakan perusahaan ; (2) divisi A tidak dirugikan dan juga tidak diuntungkan sedikitpun, karena ia tetap dapat mempertahankan contribution margin sebesar Rp 40.000. jadi tidak ada pengaruh harga transfer terhadap laba divisi A ; (3) divisi B tidak dirugikan dan juga tidak diuntungkan sedikitpun, karena ia dapat mempertahankan Kos produk antara sebesar Rp 100.000. adi, tidak ada pengaruh harga transfer terhadap laba divisi B; (4) perusahaan tidak dirugikan dan juga tidak diuntungkan sebab out-of-pocket cost sebesar Rp 100.000 yang dikeluarkan oleh divisi B untuk membeli roda dari divisi A juga diterima kembali seutuhnya oleh divisi A dari penjualan roda ke divisi B. Secara Neto, contribution margin divisi A tetap utuh menjadi bagian dari contribution margin perusahaan secara keseluruhan
Analisis 2
Jika tidak terjadi transfer internal atau masing-masaing divisi menjual roda ke dan membelinya dari pasar eksternal, maka : (1) divisi A tidak dirugikan dan tidak pula diuntungkan sedikitpun, karena ia tetap dapat mempertahankan contribution margin sebesar Rp 40.000. Jadi tidak ada pengaruh terhadap laba divisi A ; (2) divisi B tidak dirugikan dan tidak pula diuntungkan sedikitpun, karena ia tetap dapat mempertahankan Kos Produk antara sebesar Rp 100.000. Jadi tidak ada pengaruh terhadap laba divisi B ; (3) perusahaan akan mengeluarkan out-of-pocket cost sebesar Rp 100.000 untuk membeli dari pasar eksternal dan pada saat yang sama menerima hasil penjualan roda ke pasar eksternal sebesar Rp 100.000. Jadi secara neto out-of-pocket cost perusahaan adalah Rp 0, tetapi perusahaan masih memperoleh contribution margin sebesar Rp 40.000 yang berasal dari contribution margin divisi A. Jadi, laba perusahaan secara overall tidak terpengaruh oleh tidak terjadinya transfer eksternal.
Skenario dan analisis diatas menunjukan bahwa harga pasar adalah ideal menjadi harga transfer. Meskipun begitu, harga pasar menjadi ideal jika kondisi-kondisi ideal berikut dapat terpenuhi :
1) Terdapat pasar ekstern untuk produk yang ditransfer. Ini berarti bahwa divisi pembeli dapat membeli produk dari pasar ekstern dan divisi penjual dapat menjual produknya ke pasar ekstern tersebut.
2) Pasar ekstern untuk produk yang ditransfer itu bersifat persaingan sempurna. Ini berarti bahwa : (1) harga pasar ekstern tidak akan terpengaruh (naik/turun), apakah divisi penjualan menjual seluruh produknya ke pasar ekstern atau intern ; dan (2) harga pasar ekstern tidak akan terpengaruh, apakah divisi pembeli membeli seluruh produk yang dibutuhkannya dari pasar ekstern atau dari pasar intern.
3) Divisi Pembeli bebas untuk membeli produk sebanyak yang dibutuhkannya dari sumber manapun, apakah dari pasar ekstern ataupun dari pasar intern.
4) Divisi Penjual bebas untuk manjual produk sebanyak yang dia mamp buat ke pasar mana pun, apakah ke pasar ekstern atau ke pasar intern.
2.Metote haraga transfer negosiasi
Dalam realita, pasar persaingan sempurna hamper tidak ada. Dalam banyak hal, produssen dapat mengambil tindakan yang memengaruhi harga pasar. Misalnya produk yang dijual perusahaan (dalam hal ini divisi penjual) sedemikian besarnya sehingga menurunkan harga pasar. Inilah contoh ketidak sempurnaan pasar. Contoh lainnya adalah bila terdapat biaya penjualan (biaya distribusi). Kalau ada ketidaksempurnaan pasar, maka harga pasar tidak cocok sebagai harga transfer. Dalam kasus seperti ini, harga transfer negosiasion (negotiated transfer price) merupakan alternative praktis. Konsep opportunity cost juga dapat menjelaskan harga negotiation ini.
Hasil negisiasi harus mempertibangkan opportunity cost yang dihadapi masing-masing divisi. Dari sudut perusahaan, harga transfer negotiation seharusnya disetujui hanya jika oppprtunity cost divisi penjual lebih kecil dari pada divisi pembeli. Ilustrasi berikut memudahkan tentang harga transfer negotiation.
Skenario 2.
Sebuah perusahaan menjual RODA yang diproduksi oleh Divisi A dan mejual SEPEDA yang diroduksi divisi B. divisi A memproduksi RODA yang dapat dijual ke pasar eksternal dengan harga Rp 100.000,00. Cost distribusi relevan, yaitu penganktan ke gudang pembeli, adalah Rp 20.000,00. Cost distribusi ini bersifat dapat dihindarkan (avoidable cost) jika divisi A menjual ke divisi B. divisi B membutuhkan RODA sebagai slah satu komponen produknya yang bernama SEPEDA. Divisi B tidak mempunyai kemampuan untuk memproduksi sendiri RODA dan selama ini membelinya dari pasar eksternal dengan harga Rp 100.000,00 tanpa cost pengangkutan sebab cost ini ditanggung penjual. Jika kebijakan harga transfer perusahaan adalah harga transfer negotiation dan semua informasi diatas diketahui oleh masing-masing divisi, maka berapakah transfer RODA? Jika terjadi transfer berapakah dampaknya ke laba divisi A, laba divisi B, dan laba perusahaan? Jika tidak transfer, berapakan dampaknya ke laba masing-masing divisi dan laba perusahaan.
Analisis 1
Berdasar kasus diatas, maka manajer divisi B mungkin mengajukan permintaan harga sebesar Rp.80.000 sebab ia mengetahui bahwa jumlah Netto yang diterima oleh manajer Divisi A adalah harga pasar Rp.100.000 dikurangi kos konstribusi Rp.20.000. sedangkan manajer Divisi A mungkin menolak permintaan harga Rp.80.000 sebab meskipun jumlah netto yang ia terima dari penjualan ke pasar eksternal adalah sebesar itu tetapi ia menyadari bahwa penghematan Rp.20.000 hanya dinikmati Manajer Divisi A. jika manajer Divisi A mempunyai daya tawar (bargaining power) yang lebih kuat dari pada manajer Divisi B, maka kira-kira harga transfer jatuh pada angka diatas Rp.90.000. anggaplah, sebagai missal saja, negosiasi terakhir dengan harga transfer Rp.95.000. Kalau benar harga transfer jatuh pada angka tersebut, maka angka itulah yang dimaksud dengan harga transfer negosiasian. Jika terjadi transfer internal dengan harga Rp.95.000 tersebut, maka (1) Divisi A akan memeroleh incremental profit sebesar Rp.15.000 yakni penghematan kos distribusi Rp.20.000 dikurangi Rp.5000, yakni selisih antara harga pasar eksternal dan harga transfer negosiasian. Jadi harga transfer memengaruhi laba divisi A; (2) Divisi B akan memeroleh incremental profit sebesar Rp. 20.000 yakni berasal dari penghematan kos distribusi Divisi B. jumlah ini secara mudah merupakan penjumlahan antara incremental profit yang diperoleh oleh Divisi A (Rp.15.000) dan incremental profit yang diperoleh oleh Divisi B(Rp.5000) jadi harga transfer memengaruhi laba perusahaan.
Analisis 2
Jika tidak terjadi transfer internal atau masing-masing divisi menjual RODA ke dan membelinya dari pasar eksternal, maka; (1) Divisi A kehilangan kesempatan untuk memeroleh incremental Profit sebesar Rp.15.000. (2) Divisi B kehilangan Kesempatan untuk memeroleh Incremental Profit sebesar Rp.5000.(3) perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk memeroleh incremental profit sebesar Rp.20,000. Oleh karena perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk memeroleh tambahan laba yaitu Rp.20.000 seandainya dua divisi tidak melakukan transfer internal, maka top management akan memaksa kedua divisi diatas untuk melakukan transfer internal. Dari sudut pandang perusahaan, kasus pada scenario diatas adalah masalah make or buy decision, dan lebih menguntungkan apabila terjadi transfer internal yaitu, keputusan untuk memproduksi sendiri produk RODA. Berapapun harga transfer yang berhasil ditetapkan dalam proses negosiasi antara manajer divisi A dan B, asalkan sampai kepada keputusan transfer internal, perusahaan tetap memeroleh penghematan kos distribusi Rp.20.000. bagi Divisi A, harga transfer yang lebih disukainya adalah harga yang mendekati Rp.100.000. sedangkan bagi Divisi B, harga transfer yang lebih disukainya adalah harga yang mendekati Rp.80.000.
Kelemahan harga transfer negotiation
Harag transfer negotiation memiliki tiga kelemahan atau keterbatasan sebagai berikut:
Meskipun membutuhkan banyak waktu, harga transfer negotiation menawarkan harapan untuk mencapai tiga tujuan penentuan harga transfer, Yaitu : (1) evaluasi prestasi divisi secara kuat, (2) keselarasan antar tujua dan divisi perusahan, (3) tetap terjaganya otonomi divisi
3.Metoda kos
Metoda kos dipergunakan apabila tidak terdapat harga pasar kompetitif dan harga transfer negosiasian tidak dapat ditentukan. Untuk kepentingan pengukuran prestasi divisi, yang menjadi dasar harga transfer adalah kos standar, bukan kos historis. Penggunaan kos historis tidaklah layak karena dapat mendorong divisi penjual bekerja tidak efisien. Kalau menggunakan kos historis, inefisiensi yang terjadi di divisi penjual akan menjadi beban yang tak beralasan bagi divisi pembeli. Pembebanan inefisiensi tersebut jelas merugikan divisi pembeli, karena divisi pembeli harus menanggung inefisensi divisi penjual.
Berikut penjelasan harga transfer yang mendasarkan pada kos produksi. Sekali lagi, yang dimaksud kos pada contoh-contoh berikut adalah kos standar, bukan kos sesungguhnya untuk membuat produk yang ditransfer.
3.1.Kos Produk Variabel
Kos produk menurut variable costing adalah kos produksi yang bersifat variable. Kelemahan kos produksi variable sebagai harga transfer internal adalah bahwa divisi penjual akan melaporkan contribution margin total sebesar nol dan rugi sebesar biaya tetap yang dikeluarkannya. Oleh karena itu, penggunaan kos produksi variable sebagai harga transfer merugikan divisi penjual. Kos produksi variable hanya pantas sebagai harga transfer apabila pusat pertanggungjawaban yang menyediakan produk/jasa adalah pusat biaya.
Kos Produk Penuh
Kos produksi, menurut absorption costing, terdiri atas kos produksi variable dan kos produksi tetap. Harga transfer hanya layakdigunakan apabila pusat pertanggungjawaban yang mentransfer ke pusat pertangungjawaban lainnya adalah pusat biaya.
Kos Produksi Plus Laba
Harga transfer yang pantas untuk pusat laba atau pusat investasi adalah kos produksi plus laba. Kos produksi dapat ditentukan sebesar kos produksi variable atau kos produksi penuh, sedangkan laba ditentukan sebesar persentase tertentu. Yang menjadi masalah dalam metoda kos produksi plus laba ini adalah penentuan dasar perhitungan yang digunakan untuk menetapkan tingkat laba dan penentuan tingkat labanya itu sendiri.
Dasar perhitungan yang paling sederhana adalah kos produksi (variable atau penuh). Kelemahannya, dasar ini tidak memperhitungkan investasi. Untuk menghindari kelemahan ini, maka dapat dipakai besarnya investasi yang digunakan untuk memproduksi produk yang ditransfer. Tingkat laba harus merupakan taksiran laba yang mungkin diperoleh seandainya divisi penjual benar-benar merupakan perusahaan yang independen.
Contoh menentukan harga transfer dengan metode kos produksi plus laba.
Kos Produksi Penuh : Divisi A mentransfer RODA ke DIvisi B. Dasar yang digunakan untuk menetapakan laba adalah kos produksi penuh dan tingkat labanya 10%. Kos produksi penuh RODA adalah Rp 65.000. Oleh Karena tingkat labanya adalah 10% dari kos produksi penuh, maka harga transfer produk RODA adalah Rp 71.500 sebagaimana perhitungan berikut:
Kos produksi penuh RODA Rp 65.000
Laba 10% x Rp 65.000 6.500
Harga transfer Rp 71.500
Dari perhitungan diatas, divisi B akan dibebani kos sebesar Rp 71.500.000 per bulan, jika dia mentransfer 1.000 unit RODA per bulan.
Rerata Investasi: Misalnya, rerata investasi setahun untuk memproduksi RODA sebesar Rp 120.000.000, sedangkan dasar yang digunakan untuk menentukan laba adalah rerata investasi. Apabila tingkat laba yan layak adalah 10% dan divisi B mentransfer 1.000 unit per bulan, maka divisi B akan ditagih sebesar Rp 66.000.000 sebulan sebagaimana perhitungan berikut.
Kos Produksi Penuh per unit 65.000
Jumlah unit yang ditransfer per bulan 1.000 x
Total Rp 65.000.000
Laba 10% x Rp120.000.000:12 1.000.000 +
Dibebankan ke Divisi B Rp 66.000.000
Pada harga transfer metode harga pasar , secara overall, perusahaan
tidak lebih buruk atau lebih baik dengan terjadinya transfer internal
sebesar harga pasar dan sebaliknya karena biaya yang diterima dan
dikeluarkan oleh kedua divisi ialah wajar sebesar harga pasar sehingga
harga yang tercipta didasarkan atas harga tawar-menawar yang terjadi
dipasar persaingan sempurna normal .
Dalam metode harga negosiasian, tiap divisi akan melakukan negosiasi dan akan ditemukan incremental cost yang biasanya dari divisi penjual harus lebih besar daripada divisi pembeli agar negosiasi berjalan dan menemukan titik sepakat. Akan tetapi, jika dilihat dari sudut pandang perusahaan keseluruhan, laba perusahaan akan terditorsi sehingga top management harus menyikapinya secara efektif apakah lebih baik membuat sendiri bahan baku divisi pembeli tersebut.
Untuk metode kos, dalam pembentukan harga transfer lebih baik di dasarkan atas kos penuh + laba yang diinginkan, karena jika perusahaan mendasarkan harga atas harga variabel atau konstribusi margin saja, perusahaan tidak akan mampu menutupi biaya tetapnya, begitu pun jika kos tersebut hanya didasarkan pada kos penuh saja tanpa adanya perhitungan terhadap laba yang diinginkan karena jika hal itu terjadi revenue yang diterima perushaan penjual hanya akan mampu menutup biaya penuh saja atau dengan kata lain BEP tidak untung dan tidak rugi. Oleh karena itu, pada metode kos ini lebih baik manajemen mendasarkannya atas dasar kos penuh + laba diinginkan.
sumber : http://accounting1st.wordpress.com
Dalam suatu perusahaan yang organisasinya telah dibagi-bagi menjadi pusat-pusat laba, transfer barang atau jasa antarpusat laba tersebut menimbulkan masalah penetuan harga transfer, karena masing-masing pusat laba diukur kinerjanya berdasarkan laba, sehingga setiap transfer barang atau jasa antarpusat laba akan berdampak terhadap laba masing-masing pihak yang terkait.
Masalah penentuan harga transfer biasa dijumpai dalam perusahaan yang organisasinya disusun menurut pusat-pusat laba, dan antarpusat laba yang dibentuk tersebut terjadi transfer barang atau jasa. Latar belakang timbulnya masalah harga transfer dapat dihubungkan dengan proses diferensiasi bisnis dan perlunya integrasi dalam organisasi yang telah melakukan diferensiasi bisnis
B. Tujuan Penentuan Harga Transfer
Sistem penentuan harga transfer harus memenuhi tiga tujuan berikut :
- Evaluasi prestasi divisi secara akurat
- Keselarasan tujuan (goal congruence) antara divisi dan perusahaan
- Tetap terjaganya otonomi divisi
C. Peran Harga Transfer
Harga tranfer mempunyai peran ganda, yaitu :
- Harga transfer mempertegas diversifikasi yang dilakukan oleh manajemen puncak. Harga transfer menetapkan dengan tegas hak masing-masing manajer divisi untuk mendapatkan laba.
- Harga transfer berperan sebagai salah satu alat untuk menciptakan mekanisme integrasi.
D. Konsep harga transfer
Dalam arti luas harga transfer meliputi harga produk atau jasa yang ditansfer antarpusat pertanggungjawaban dalam perusahaan. Dalam arti sempit harga tarnsfer merupakan harga barang dan jasa yang ditransfer antarpusat laba dalam perusahaan yang sama.
BAB II
PERMASALAHAN
- Kenapa harga transfer memiliki dampak terhadap prestasi divisi?
- Kenapa harga transfer memiliki dampak terhadap perusahaan sebagai satu kesatuan?
- Kenapa harga transfer memiliki dampak terhadap otonomi divisi-divisi yang terlibat dalam transfer barang atau jasa?
B. Dampak Harga Transfer
Harga transfer mempunyai dampak terhadap :
- Pengukuran prestasi divisi
- Laba perusahaan sebagai satu kesatuan
- Otonomi divisi-divisi yang terlibat dalam transfer barang atau jasa
C. Contoh Kasus
- Sebuah perusahaan menjual roda yang diproduksi oleh Divisi A dan menjual SEPEDA yang diproduksi oleh Divisi B. Divisi A memproduksi roda yang dapat dijual ke pasar eksternal dengan harga Rp100.000. Kos produksi variabel dan relevan adalah Rp 60.000, sedangkan kos lainnya yang bersifat tetap dapat dianggap tidak relevan dalam jangka pendek. Jadi contribution margin roda yang relevan untuk pengambilan keputusan manajer Divisi A adalah Rp40.000. Divisi B membutuhkan roda sebagai salah satu komponen produknya yang nernama sepeda. Divisi B tidak mempunyai kemampuan untuk memproduksi sendiri roda dan selama ini membelinya dari pasar eksternal dengan harga Rp 100.000. Jika kebijakan harga transfer perusahaan adalah harga pasar, berapakah harga transfer roda? Jika terjadi transfer, berapakah dampaknya ke laba Divisi A, laba Divisi B, dan laba perusahaan? Jika tidak terjadi transfer, berapakah dampaknya ke laba masing-masing divisi dan laba perusahaan?
- Sebuah perusahaan menjual roda yang diproduksi oleh Divisi A dan menjual sepeda yang diproduksi oleh Divisi B. Divisi A memproduksi roda yang dapat dijual ke pasar eksternal dengan harga Rp 100.000. Kos distribusi relevan, yaitu pengangkutan ke gudang pembeli, adalah Rp 20.000. Kos distribusi ini bersifat dapat dihindarkan jika Divisi A menjualnya ke Divisi B. Divisi B membutuhkan roda sebagai salah satu komponen produknya yang nernama sepeda. Divisi B tidak mempunyai kemampuan untuk memproduksi sendiri roda dan selama ini membelinya dari pasar eksternal dengan harga Rp 100.000 tanpa kos pengangkutan sebab kos ini ditanggung oleh penjual. Jika kebijakan harga transfer perusahaan adalah harga transfer negosiasian dan semua informasi di atas diketahui oleh masing-masing divisi, maka berapakah harga transfer roda? Jika terjadi transfer, berapakah dampaknya ke laba Divisi A, laba Dvisi B, dan laba perusahaan? Jika tidak terjadi transfer, berapakah dampaknya ke laba masing-masing divisi dan laba perusahaan?
BAB III
PEMBAHASAN
Untuk menjaga autonomi divisi-divisinya, perusahan tidaklah menentukan berapa rupiah besarnya harga transfer, melainkan menetapkan kebijakan (aturan) yang secara wajar dapat diterima oleh masing-masing manejer divisi. Kebijakan (aturan) itulah yang dimaksud dengan sistem penetuan harga transfer yang tujuan normatifnya telah disebutkan sebelumnya bab ini. Kebijakan itu meliputi dasar-dasar penentuan harga transfer berikut: (1) harga transfer (market-based transfer price), (2) harga negosiasian (negotiated transfer price), dan kos (cost-based transfer price). Penjelasannya sebagai berikut:
1.Metoda Harga Pasar
Harga pasar adalah harga produk (barang atau jasa) yang terjadi di pasar eksternal sebagai hasil akhir dari proses tawar menawar seluruh pelaku pasar (produsen dan konsumen). Jika pasar tersebut adalah pasar persainga sempurna (perfectly competitive), maka harga pasar sangat tepat menjadi harga transfer. Yakni, besarnya harga transfer adalah sama dengan harga pasar eksternal itu. Harga pasar adalah sesuai dengan konsep opportunity cost bagi difisi penjual, dalam arti bahwa divisi penjual akan menderita kehilangan kesempatan untuk memperoleh revenue sebesar harga pasar dikalikan dengan unit produk yang dijual jika harga transfernya tidak sebesar harga pasar itu. Kebijakan harga pasar dengan demikian mendasarkan pada teori bahwa harga pasar menuntun para manajer untuk mengoptimumkan kinerjanya masing-masing dan secara simultan mengoptimumkan kinerja perusahaan sebagai satu kesatuan. Jadi, harga pasar dianggap dapat menciptakan goal congruence. Yakni, keputusan manajer divisi untuk mencapai tujuan pribadi dan divisinya juga dapat mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan. Sebagai ilustrasi, scenario berikut sangat berguna untuk menjelaskan bahwa harga pasar dapat menciptakan goal congruence.
Skenario 1
Sebuah perusahaan menjual roda yang diproduksi oleh divisi A dan menjual sepeda yang diproduksi oleh divisi B. Divisi A memproduksi roda yang dapat dijual kepasar eksternal dengan harga Rp 100.000. Kos Produksi Variabel dan Relevan adalah Rp 60.000, sedangkan Kos lainnya yang bersifat tetap dapat dianggap tidak relevan dalam jangka pendek. Jadi contribution margin roda yang relevan unuk pengambilan keputusan manajer divisi A adalah Rp 40.000 divisi B membutuhkan roda sebagai salah satu komponen produknys ysng bernama sepeda. Divisi B tidak mempunyai kemampuan untuk memproduksi sendiri roda dan selama ini membelinya dari pasar eksternal dengan harga Rp 100.000. jika kebijakan harga transfer perusahaan adalah harga pasar, berapakah harga transfer roda? Jika terjadi transfer, berapakah dampaknya ke laba divisi A, laba divisi B, dan laba perusahaan? Jika tidak terjadi transfer, berapakah dampaknya ke laa asing-masing divisi dan laba perusahaan?
Analisis 1
Jika terjadi transfer internal, maka : (1) harga transfer adalah Rp 100.000 sesuai kebijakan perusahaan ; (2) divisi A tidak dirugikan dan juga tidak diuntungkan sedikitpun, karena ia tetap dapat mempertahankan contribution margin sebesar Rp 40.000. jadi tidak ada pengaruh harga transfer terhadap laba divisi A ; (3) divisi B tidak dirugikan dan juga tidak diuntungkan sedikitpun, karena ia dapat mempertahankan Kos produk antara sebesar Rp 100.000. adi, tidak ada pengaruh harga transfer terhadap laba divisi B; (4) perusahaan tidak dirugikan dan juga tidak diuntungkan sebab out-of-pocket cost sebesar Rp 100.000 yang dikeluarkan oleh divisi B untuk membeli roda dari divisi A juga diterima kembali seutuhnya oleh divisi A dari penjualan roda ke divisi B. Secara Neto, contribution margin divisi A tetap utuh menjadi bagian dari contribution margin perusahaan secara keseluruhan
Analisis 2
Jika tidak terjadi transfer internal atau masing-masaing divisi menjual roda ke dan membelinya dari pasar eksternal, maka : (1) divisi A tidak dirugikan dan tidak pula diuntungkan sedikitpun, karena ia tetap dapat mempertahankan contribution margin sebesar Rp 40.000. Jadi tidak ada pengaruh terhadap laba divisi A ; (2) divisi B tidak dirugikan dan tidak pula diuntungkan sedikitpun, karena ia tetap dapat mempertahankan Kos Produk antara sebesar Rp 100.000. Jadi tidak ada pengaruh terhadap laba divisi B ; (3) perusahaan akan mengeluarkan out-of-pocket cost sebesar Rp 100.000 untuk membeli dari pasar eksternal dan pada saat yang sama menerima hasil penjualan roda ke pasar eksternal sebesar Rp 100.000. Jadi secara neto out-of-pocket cost perusahaan adalah Rp 0, tetapi perusahaan masih memperoleh contribution margin sebesar Rp 40.000 yang berasal dari contribution margin divisi A. Jadi, laba perusahaan secara overall tidak terpengaruh oleh tidak terjadinya transfer eksternal.
Skenario dan analisis diatas menunjukan bahwa harga pasar adalah ideal menjadi harga transfer. Meskipun begitu, harga pasar menjadi ideal jika kondisi-kondisi ideal berikut dapat terpenuhi :
1) Terdapat pasar ekstern untuk produk yang ditransfer. Ini berarti bahwa divisi pembeli dapat membeli produk dari pasar ekstern dan divisi penjual dapat menjual produknya ke pasar ekstern tersebut.
2) Pasar ekstern untuk produk yang ditransfer itu bersifat persaingan sempurna. Ini berarti bahwa : (1) harga pasar ekstern tidak akan terpengaruh (naik/turun), apakah divisi penjualan menjual seluruh produknya ke pasar ekstern atau intern ; dan (2) harga pasar ekstern tidak akan terpengaruh, apakah divisi pembeli membeli seluruh produk yang dibutuhkannya dari pasar ekstern atau dari pasar intern.
3) Divisi Pembeli bebas untuk membeli produk sebanyak yang dibutuhkannya dari sumber manapun, apakah dari pasar ekstern ataupun dari pasar intern.
4) Divisi Penjual bebas untuk manjual produk sebanyak yang dia mamp buat ke pasar mana pun, apakah ke pasar ekstern atau ke pasar intern.
2.Metote haraga transfer negosiasi
Dalam realita, pasar persaingan sempurna hamper tidak ada. Dalam banyak hal, produssen dapat mengambil tindakan yang memengaruhi harga pasar. Misalnya produk yang dijual perusahaan (dalam hal ini divisi penjual) sedemikian besarnya sehingga menurunkan harga pasar. Inilah contoh ketidak sempurnaan pasar. Contoh lainnya adalah bila terdapat biaya penjualan (biaya distribusi). Kalau ada ketidaksempurnaan pasar, maka harga pasar tidak cocok sebagai harga transfer. Dalam kasus seperti ini, harga transfer negosiasion (negotiated transfer price) merupakan alternative praktis. Konsep opportunity cost juga dapat menjelaskan harga negotiation ini.
Hasil negisiasi harus mempertibangkan opportunity cost yang dihadapi masing-masing divisi. Dari sudut perusahaan, harga transfer negotiation seharusnya disetujui hanya jika oppprtunity cost divisi penjual lebih kecil dari pada divisi pembeli. Ilustrasi berikut memudahkan tentang harga transfer negotiation.
Skenario 2.
Sebuah perusahaan menjual RODA yang diproduksi oleh Divisi A dan mejual SEPEDA yang diroduksi divisi B. divisi A memproduksi RODA yang dapat dijual ke pasar eksternal dengan harga Rp 100.000,00. Cost distribusi relevan, yaitu penganktan ke gudang pembeli, adalah Rp 20.000,00. Cost distribusi ini bersifat dapat dihindarkan (avoidable cost) jika divisi A menjual ke divisi B. divisi B membutuhkan RODA sebagai slah satu komponen produknya yang bernama SEPEDA. Divisi B tidak mempunyai kemampuan untuk memproduksi sendiri RODA dan selama ini membelinya dari pasar eksternal dengan harga Rp 100.000,00 tanpa cost pengangkutan sebab cost ini ditanggung penjual. Jika kebijakan harga transfer perusahaan adalah harga transfer negotiation dan semua informasi diatas diketahui oleh masing-masing divisi, maka berapakah transfer RODA? Jika terjadi transfer berapakah dampaknya ke laba divisi A, laba divisi B, dan laba perusahaan? Jika tidak transfer, berapakan dampaknya ke laba masing-masing divisi dan laba perusahaan.
Analisis 1
Berdasar kasus diatas, maka manajer divisi B mungkin mengajukan permintaan harga sebesar Rp.80.000 sebab ia mengetahui bahwa jumlah Netto yang diterima oleh manajer Divisi A adalah harga pasar Rp.100.000 dikurangi kos konstribusi Rp.20.000. sedangkan manajer Divisi A mungkin menolak permintaan harga Rp.80.000 sebab meskipun jumlah netto yang ia terima dari penjualan ke pasar eksternal adalah sebesar itu tetapi ia menyadari bahwa penghematan Rp.20.000 hanya dinikmati Manajer Divisi A. jika manajer Divisi A mempunyai daya tawar (bargaining power) yang lebih kuat dari pada manajer Divisi B, maka kira-kira harga transfer jatuh pada angka diatas Rp.90.000. anggaplah, sebagai missal saja, negosiasi terakhir dengan harga transfer Rp.95.000. Kalau benar harga transfer jatuh pada angka tersebut, maka angka itulah yang dimaksud dengan harga transfer negosiasian. Jika terjadi transfer internal dengan harga Rp.95.000 tersebut, maka (1) Divisi A akan memeroleh incremental profit sebesar Rp.15.000 yakni penghematan kos distribusi Rp.20.000 dikurangi Rp.5000, yakni selisih antara harga pasar eksternal dan harga transfer negosiasian. Jadi harga transfer memengaruhi laba divisi A; (2) Divisi B akan memeroleh incremental profit sebesar Rp. 20.000 yakni berasal dari penghematan kos distribusi Divisi B. jumlah ini secara mudah merupakan penjumlahan antara incremental profit yang diperoleh oleh Divisi A (Rp.15.000) dan incremental profit yang diperoleh oleh Divisi B(Rp.5000) jadi harga transfer memengaruhi laba perusahaan.
Analisis 2
Jika tidak terjadi transfer internal atau masing-masing divisi menjual RODA ke dan membelinya dari pasar eksternal, maka; (1) Divisi A kehilangan kesempatan untuk memeroleh incremental Profit sebesar Rp.15.000. (2) Divisi B kehilangan Kesempatan untuk memeroleh Incremental Profit sebesar Rp.5000.(3) perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk memeroleh incremental profit sebesar Rp.20,000. Oleh karena perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk memeroleh tambahan laba yaitu Rp.20.000 seandainya dua divisi tidak melakukan transfer internal, maka top management akan memaksa kedua divisi diatas untuk melakukan transfer internal. Dari sudut pandang perusahaan, kasus pada scenario diatas adalah masalah make or buy decision, dan lebih menguntungkan apabila terjadi transfer internal yaitu, keputusan untuk memproduksi sendiri produk RODA. Berapapun harga transfer yang berhasil ditetapkan dalam proses negosiasi antara manajer divisi A dan B, asalkan sampai kepada keputusan transfer internal, perusahaan tetap memeroleh penghematan kos distribusi Rp.20.000. bagi Divisi A, harga transfer yang lebih disukainya adalah harga yang mendekati Rp.100.000. sedangkan bagi Divisi B, harga transfer yang lebih disukainya adalah harga yang mendekati Rp.80.000.
Kelemahan harga transfer negotiation
Harag transfer negotiation memiliki tiga kelemahan atau keterbatasan sebagai berikut:
- Manajer divisi tertentu dapat mengambil manfaat dari manajer divisi lain, sehingga manajer divisi lain dirugikan. Kelemahan ini terjadi apabila manajer tertentu memiliki informasi lebih lengkap dari manajer lain.
- Ukuran prestasi mungkin dapat didistorsi oleh kemampuan negosiation atau bargaining power manajer tertentu.
- Proses negotiation membutuhkan banyak waktu, tenaga, dan biaya.
- Jika terjadi kesepakatan, maka diperlukan interfensi oleh top manajemen dan kalau diperlukan proses arbritasi, maka harus ditunjuk seoarang arbritator yang berkompeten dan mempunyai reputasi tinggi.
Meskipun membutuhkan banyak waktu, harga transfer negotiation menawarkan harapan untuk mencapai tiga tujuan penentuan harga transfer, Yaitu : (1) evaluasi prestasi divisi secara kuat, (2) keselarasan antar tujua dan divisi perusahan, (3) tetap terjaganya otonomi divisi
3.Metoda kos
Metoda kos dipergunakan apabila tidak terdapat harga pasar kompetitif dan harga transfer negosiasian tidak dapat ditentukan. Untuk kepentingan pengukuran prestasi divisi, yang menjadi dasar harga transfer adalah kos standar, bukan kos historis. Penggunaan kos historis tidaklah layak karena dapat mendorong divisi penjual bekerja tidak efisien. Kalau menggunakan kos historis, inefisiensi yang terjadi di divisi penjual akan menjadi beban yang tak beralasan bagi divisi pembeli. Pembebanan inefisiensi tersebut jelas merugikan divisi pembeli, karena divisi pembeli harus menanggung inefisensi divisi penjual.
Berikut penjelasan harga transfer yang mendasarkan pada kos produksi. Sekali lagi, yang dimaksud kos pada contoh-contoh berikut adalah kos standar, bukan kos sesungguhnya untuk membuat produk yang ditransfer.
3.1.Kos Produk Variabel
Kos produk menurut variable costing adalah kos produksi yang bersifat variable. Kelemahan kos produksi variable sebagai harga transfer internal adalah bahwa divisi penjual akan melaporkan contribution margin total sebesar nol dan rugi sebesar biaya tetap yang dikeluarkannya. Oleh karena itu, penggunaan kos produksi variable sebagai harga transfer merugikan divisi penjual. Kos produksi variable hanya pantas sebagai harga transfer apabila pusat pertanggungjawaban yang menyediakan produk/jasa adalah pusat biaya.
Kos Produk Penuh
Kos produksi, menurut absorption costing, terdiri atas kos produksi variable dan kos produksi tetap. Harga transfer hanya layakdigunakan apabila pusat pertanggungjawaban yang mentransfer ke pusat pertangungjawaban lainnya adalah pusat biaya.
Kos Produksi Plus Laba
Harga transfer yang pantas untuk pusat laba atau pusat investasi adalah kos produksi plus laba. Kos produksi dapat ditentukan sebesar kos produksi variable atau kos produksi penuh, sedangkan laba ditentukan sebesar persentase tertentu. Yang menjadi masalah dalam metoda kos produksi plus laba ini adalah penentuan dasar perhitungan yang digunakan untuk menetapkan tingkat laba dan penentuan tingkat labanya itu sendiri.
Dasar perhitungan yang paling sederhana adalah kos produksi (variable atau penuh). Kelemahannya, dasar ini tidak memperhitungkan investasi. Untuk menghindari kelemahan ini, maka dapat dipakai besarnya investasi yang digunakan untuk memproduksi produk yang ditransfer. Tingkat laba harus merupakan taksiran laba yang mungkin diperoleh seandainya divisi penjual benar-benar merupakan perusahaan yang independen.
Contoh menentukan harga transfer dengan metode kos produksi plus laba.
Kos Produksi Penuh : Divisi A mentransfer RODA ke DIvisi B. Dasar yang digunakan untuk menetapakan laba adalah kos produksi penuh dan tingkat labanya 10%. Kos produksi penuh RODA adalah Rp 65.000. Oleh Karena tingkat labanya adalah 10% dari kos produksi penuh, maka harga transfer produk RODA adalah Rp 71.500 sebagaimana perhitungan berikut:
Kos produksi penuh RODA Rp 65.000
Laba 10% x Rp 65.000 6.500
Harga transfer Rp 71.500
Dari perhitungan diatas, divisi B akan dibebani kos sebesar Rp 71.500.000 per bulan, jika dia mentransfer 1.000 unit RODA per bulan.
Rerata Investasi: Misalnya, rerata investasi setahun untuk memproduksi RODA sebesar Rp 120.000.000, sedangkan dasar yang digunakan untuk menentukan laba adalah rerata investasi. Apabila tingkat laba yan layak adalah 10% dan divisi B mentransfer 1.000 unit per bulan, maka divisi B akan ditagih sebesar Rp 66.000.000 sebulan sebagaimana perhitungan berikut.
Kos Produksi Penuh per unit 65.000
Jumlah unit yang ditransfer per bulan 1.000 x
Total Rp 65.000.000
Laba 10% x Rp120.000.000:12 1.000.000 +
Dibebankan ke Divisi B Rp 66.000.000
BAB IV
KESIMPULAN
Dalam metode harga negosiasian, tiap divisi akan melakukan negosiasi dan akan ditemukan incremental cost yang biasanya dari divisi penjual harus lebih besar daripada divisi pembeli agar negosiasi berjalan dan menemukan titik sepakat. Akan tetapi, jika dilihat dari sudut pandang perusahaan keseluruhan, laba perusahaan akan terditorsi sehingga top management harus menyikapinya secara efektif apakah lebih baik membuat sendiri bahan baku divisi pembeli tersebut.
Untuk metode kos, dalam pembentukan harga transfer lebih baik di dasarkan atas kos penuh + laba yang diinginkan, karena jika perusahaan mendasarkan harga atas harga variabel atau konstribusi margin saja, perusahaan tidak akan mampu menutupi biaya tetapnya, begitu pun jika kos tersebut hanya didasarkan pada kos penuh saja tanpa adanya perhitungan terhadap laba yang diinginkan karena jika hal itu terjadi revenue yang diterima perushaan penjual hanya akan mampu menutup biaya penuh saja atau dengan kata lain BEP tidak untung dan tidak rugi. Oleh karena itu, pada metode kos ini lebih baik manajemen mendasarkannya atas dasar kos penuh + laba diinginkan.
sumber : http://accounting1st.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar