English French German Spain Italian Dutch

Portuguese Russian Chinese Simplified Japanese Korean Arabic
Translate Widget by Google
Welcome to GIRI MAHENDRA Blog
« »
« »
« »
Get this widget

MY PHOTO

About Me


Loading...

Komunitas FB

Jumat, 04 Mei 2012

Terlambat Membuat Faktur Pajak

TERLAMBAT MEMBUAT FAKTUR PAJAK ATAU MEMANG TERDAPAT DUA FAKTUR PAJAK (?)
Nomor Keputusan : Put-01625/BPSP/M.VIII/16/2000
Tanggal Keputusan : 28 Juni 2000
Jenis Pajak : PPN
Tahun Pajak : 1993

Kronologi :
  • Wajib Pajak adalah suatu perusahaan jasa periklanan yang diperiksa oleh KPP berwenang, sehubungan dengan PPN Masa Pajak Maret 1993, karena adanya konfirmasi Faktu Pajak Masukan yang dikreditkan oleh salah satu customer perusahaannya;
  • SKP PPN Masa Pajak Maret 1993 diterbitkan pada tanggal 1 Juni 1995, yang menetapkan kurang bayar;
  • Wajib Pajak mengajukan keberatan, tetapi ditolak melalui keputusan tanggal 3 Mei 1996;
  • Banding diajukan ke MPP melalui surat tertanggal 4 Juli 1996 dan diterima oleh MPP pada tanggal 29 Juli 1996, tetapi baru diputus oleh BPSP tanggal 28 Juni 2000.
Dasar Hukum Materi Banding :
  • UU Nomor 6 Tahun 1983 (UU KUP);
  • UU Nomor 8 Tahun 1983 (UU PPN).
Materi Sengketa :
Wajib Pajak belum melaporkan Faktur Pajak atas transaksi penjualan, padahal pihak PKP pembeli telah mengkreditkan Pajak Masukannya pada bulan Maret 1993, sehingga Fiskus melakukan koreksi DPP PPn dan terbitlah SKP kurang bayar. Tetapi Wajib Pajak menyatakan Faktur Pajak tersebut telah dilaporkan di SPT Masa PPN Oktober 1993, sehingga pokok pajak di SKP semestinya nihil karena hanya terjadi keterlambatan.

Faktur Pajak Sudah Dikreditkan Oleh Customer Tetapi Belum Dilaporkan Oleh PKP Penjual
Fiskus melakukan penelitian karena adanya konfirmasi Faktur Pajak Masukan yang telah dikreditkan oleh salah satu customer, tetapi ternyata Wajib Pajak belum melaporkan Faktur Pajak Keluaran atas penjualannya. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa Wajib Pajak memang belum melaporkan Faktur Pajak yang seharusnya sudah dibuat pada bulan Maret 1993 dan telah dikreditkan oleh customer pada SPT Masa PPN Maret 1993, sehingga kemudian dilakukan koreksi. Keberatan ditolak meskipun Wajib Pajak menyatakan Faktur Pajak tersebut telah dilaporkan, tetapi didalam SPT Masa PPN Oktober 1993. Setelah Fiskus melakukan penelitian lebih lanjut, memang ditemukan adanya pelaporan Faktur Pajak dengan nomor seri yang dimaksud pada SPT Masa PPN Bulan Oktober 1993, tetapi Faktur Pajak tertanggal Oktober 1993. Menurut Fiskus, Wajib Pajak tidak dapat menjelaskan terjadinya keterlambatan maupun perbedaan antara kedua Faktur Pajak yang bernomor seri sama tetapi dengan tanggal yang berbeda. Oleh sebab itu keberatan tetap mempertahankan koreksi Fiskus hasil pemeriksaan.

Faktur Pajak Yang Dikoreksi Fiskus Sudah Dilaporkan Pada Bulan Oktober 1993

Wajib Pajak mengakui, memang telah terjadi kelalaian dalam melaporkan Faktur Pajak Bulan Maret 1993 dan tidak segera melakukan perbaikan, sehingga terjadi keterlambatan pelaporan sampai 7 bulan. Keterlambatan dikarenakan kelalaian administrasi antara bagian penagihan dengan bagian pembukuan perusahaan, dimana menurut Wajib Pajak, petugas pembukuan tidak up to date dalam melaksanakan fungsi kerja. Ditambahkan bahwa Faktur Pajak tersebut sebenarnya sudah dilaporkan di SPT Masa PPN Oktober 1993. Oleh sebab itu, PKP tersebut bersedia menerima sanksi administrasi berupa bunga Pasal 13 ayat (2) UU PPN atas keterlambatan pelaporan Faktur Pajak tersebut. Tetapi sudah selayaknya pokok pajak terhutang menjadi nihil, karena pajaknya sudah dibayarkan pada masa pajak Oktober 1993.

Pertimbangan dan Putusan Majelis :

Dari hasil penelitian data dan keterangan dalam persidangan, Majelis mengetahui Faktur Pajak diterbitkan atas penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) berupa pemasangan iklan di televisi swasta Indonesia, yang dilakukan pada bulan Februari 1993. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) huruf a Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-53.PJ./1994 tanggal 29 Desember 1994, Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya ,"pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak dalam pembayaran diterima setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya, maka Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya pada saat penerimaan pembayaran". Sesuai ketentuan tersebut, karena penyerahan Jasa Kena Pajak sudah dilakukan pada bulan Februari 1993, maka seharusnya Faktur Pajak sudah harus dibuat dan dilaporkan selambat-lambatnya pada bulan Maret 1993. Oleh karena itu Majelis berpendapat, bahwa koreksi Dasar Pengenaan Pajak yang dilakukan oleh Fiskus sudah benar dan tetap dipertahankan, Majelis memutuskan untuk menolak permohonan banding.

Solusi:
Pertimbangan dan Putusan Majelis :
Dari hasil penelitian data dan keterangan dalam persidangan, Majelis mengetahui Faktur Pajak diterbitkan atas penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) berupa pemasangan iklan di televisi swasta Indonesia, yang dilakukan pada bulan Februari 1993. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) huruf a Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-53.PJ./1994 tanggal 29 Desember 1994, Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya ,"pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak dalam pembayaran diterima setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya, maka Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya pada saat penerimaan pembayaran". Sesuai ketentuan tersebut, karena penyerahan Jasa Kena Pajak sudah dilakukan pada bulan Februari 1993, maka seharusnya Faktur Pajak sudah harus dibuat dan dilaporkan selambat-lambatnya pada bulan Maret 1993. Oleh karena itu Majelis berpendapat, bahwa koreksi Dasar Pengenaan Pajak yang dilakukan oleh Fiskus sudah benar dan tetap dipertahankan, Majelis memutuskan untuk menolak permohonan banding.

Tanggapan dan Kesimpulan :

Dalam kasus ini, Wajib Pajak memang melakukan kesalahan fatal. Sesuai ketentuan peraturan yang berlaku, sudah jelas bahwa Faktur Pajak harus dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah penyerahan BKP atau JKP, atau dalam hal sudah terjadi pembayaran maka Faktur Pajak sudah harus dibuat pada saat dilakukan pembayaran. Transaksi penyerahan JKP terjadi pada bulan Februari 1993, sehingga Wajib Pajak sebagai JKP penjual seharusnya sudah membuat Faktur Pajak Keluaran paling lambat pada akhir bulan Maret 1993, dan Faktur Pajak Keluaran tersebut seharusnya dilaporkan dalam SPT Masa PPN Maret 1993. Namun Wajib Pajak baru membuat Faktur Pajak dan melaporkannya pada SPT Masa PPN Oktober 1993. Tetapi anehnya, pihak customer (PKP pembeli) sudah mengkreditkan Faktur Pajak Masukan atas penyerahan tersebut dalam SPT Masa PPN Maret 1993. Antara Faktur Pajak Keluaran yang dibuat Wajib Pajak dengan Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan customer mencantumkan nomor seri dan uraian penyerahan JKP yang ternyata sama, hanya berbeda tanggalnya! Wajib Pajak hanya menjelaskan, bahwa perbedaan tersebut merupakan keterlambatan yang disebabkan kelalaian staff adminstrasi dengan pembukuan. Setelah membaca selengkapnya putusan banding, jelas bahwa dalam kasus ini terdapat dua Faktur Pajak yang berbeda! Meskipun kedua Faktur Pajak mencantumkan nomor, uraian, DPP, serta PPN yang sama, tetapi pihak Fiskus maupun Majelis menjadi curiga, apakah kedua Faktur Pajak tersebut dibuat atas dasar satu transaksi yang sama, ataukah sebenarnya meamgn terdapat dua transaksi yang berbeda? Sayangnya, Wajib Pajak tidak mengirimkan surat bantahan atau hadir dalam persidangan untuk memberikan penjelasan, argumentasi atau bukti-bukti yang diperlukan. Dengan demikian, tidak dapat diyakini bahwa penyerahan JKP pada bulan Februari 1993 benar-benar sudah dibuat Faktur Pajaknya.Oleh sebab itu, Keputusan Fiskus maupun putusan banding dalam kasus ini dapat dibenarkan. Tidak jelas diketahui, apakah Wajib Pajak dalam kasus ini benar-benar 'hanya' terlambat membuat dan melaporkan Faktur Pajak Keluaran, atau sebenarnya terdapat dua transaksi penyerahan JKP yang berbeda. Namun dalam hal yang terjadi sebenarnya hanya keterlambatan pembuatan dan pelaporan Faktur Pajak, maka Wajib Pajak perlu memperhatikan beberapa hal berikut :
  • Faktur Pajak Keluaran yang diterbitkan atas penyerahan BKP/JKP pada dasarnya akan dikreditkan oleh pihak PKP pembeli barang atau pemakai jasa, sehingga PKP penjual harus membuat Faktur Pajak, menyetor PPN dan melaporkan Faktur Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Faktur Pajak yang dilaporkan penjual harus sama dengan Faktur Pajak yang dikreditkan oleh pembeli. Perbedaan Faktur Pajak, seperti dalam kasus ini, umumnya dapat menyebabkan Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan oleh pihak customer (PKP Pembeli) dikoreksi, tidak dapat diakui oleh Fiskus. Akibatnya, mungkin customer mengajukan klaim kepada PKP penjual, sehingga PKP penjual terpaksa harus menanggung beban pajak yang dikenakan Fiskus ditambah klaim dari pihak customer-nya.
  • Apabila terjadi kesalahan penerbitan Faktur Pajak atau hilangnya Faktur Pajak yang telah dibuat, maka PKP dapat melakukan pembetulan atau penggantian Faktur Pajak, sesuai dengan prosedur dan tata cara yang diatur dalam ketentuan peraturan yang berlaku. Untuk membuktikan kesalahan PKP penjual hanya karena keterlambatan atau kekeliruan administrasi, minimal harus menunjukkan buku penjualan, faktur penjualan, serta Faktur Pajak yang telah dibuat. Yang terpenting, pahami ketentuan peraturan yang berlaku dan jangan sampai melakukan kekeliruan.
sumber :http://www.iaiglobal.or.id/infopajak/ip_contohkasus.php?id=2

0 komentar: